Sabtu, 18 Oktober 2008

MATI ADALAH ISTIRAHAT YANG PANJANG



Oleh :
Hudan Hidayat


Mati adalah istirahat yang panjang

suatu hari entah di mana kita kan mengalami
Seorang lelaki tua datang

janggutnya putih dan abu-abu

matanya tajam menembus kalbu

bibirnya tiada senyum tanpa bicara,

misalnya : sudah siap ?

tapi langsung mencabut macam pencuri mencabut

ubi di halaman tetangga

dan kau tak sempat berkata :

tolong...tidak!

bahkan kau tak sempat berpikir akan hal-hal lain


Mati adalah istirahat yang panjang

tiba-tiba kau ada di alam sana
Man Robbuka,

katanya Apa ?

Man tetangga saya ?


Dia sih telah mati pagi tadi

Tapi tentu itu hanya khayalmu

Sebab lihatlah:

otak mata lidah tangan dan kakimu telah bicara tanpa terduga


Man Robbuka ? Ampun...
Saya tak kenal sebab kaki saya selalu ke kiri Maka palu jatuh di atas kepala selamanya


OASE
Republika on line, edisi : 26 September 1999

Jumat, 10 Oktober 2008

APA YANG AKAN KAU KATAKAN TENTANG MEREKA YANG MATI KEMARIN MALAM

Oleh :
Hudan Hidayat


Apa yang akan kau katakan tentang mereka yang mati kemarin malam ?

Tolol ? Sia-sia ? Atau kasihan keluarganya ?
Jangan begitu, kawan. Bukankah mereka mati berjuang ?
Bukankah mati adalah resiko perjuangan ?

Memang banyak resiko lain.
Misalnya mereka yang dikucilkan atau yang bekerja di ladang-ladang.
Tapi bagi yang memilih mati, ketimbang menyerah, haruslah dihormati.

Sebab itu hak.
Itu pilihan.
Dan tak semua orang berani mengambilnya.
Hanya mereka yang terpilih...

Kaum romantik cenderung bermain-main dengan kata dan perasaan mereka.
Bukan berarti mereka tidak berbuat.
Mereka berbuat tapi tidak pernah merubah keadaan.
Atau setidaknya, keadaan akan berubah dalam waktu yang sangat lama.
Sedemikian lama sehingga banyak orang tidak sabar.
Mereka tidak kuat lagi menunggu.
Dan yang tidak kuat lagi menunggu itu adalah anak-anak muda, yang mati dan sendiri kemarin malam itu.

Mayat anak-anak muda yang mati dan sendiri kemarin malam itu,
ditemukan oleh pemulung yang sedang mengais-ngais rejeki,
walau miskin, pemulung ini masih memiliki hati nurani.

Dipanggilnya kawan-kawannya
untuk menguburkan mayat-mayat dengan luka yang dalam itu dengan layak.

Apa yang akan kau katakan tentang mereka yang mati kemarin malam? Tolol ? Sia-sia ? Tidak ! Mereka pergi dengan gembira.
Mereka pergi dengan kebanggaan terselip di dadanya. Sementara kita yang tinggal sibuk berhitung dengan diri sendiri : apakah saya berani? apakah saya berani?